Apa benar peta di Indonesia sudah dari ribuan tahun yang lalu? Yu simak blog ini

Pasti kalian semua, sudah tidak asing dengan yang namanya peta. Benar!!!Secara umum fungsi peta yakni untuk menunjukkan suatu  posisi atau lokasi di suatu tempat yang ada permukaan bumi. Peta sendiri memiliki fungsi lain yaitu, untuk memperlihatkan ukuran (luas, jarak) dan arah suatu tempat di permukaan bumi. Peta sendiri pun jaman sekarang sudah dibuat semodern mungkin, untuk mengikuti perkembangan jaman. Kita ambil contoh peta modern yang sering digunakan di jaman sekarang, yakni whaze  dan google maps.

erah; hal ini menunjukan keberadaan sebuah peta administratif yang
resmi dari kerajaan Kediri


pada abad ke 19, atau lebih tepatnya pada tahun 1850-an, orang Indonesia mulai berperan penting dalam pembuatan peta dimana pemuda Jawa dari keluarga bangsawan mulai bekerja di Dinas Topografi. Granz Willheim Junghuhn di tahun 1853, mempublikasikan Java, Zyne gedaante, zyne platentooi en inwendigebouw yang berisi  peta topografi, peta biologi serta peta geologi Jawa dengan skala 1:450.000 dan berwarna. Pada pertengahan pertama abad ke XX, Dinas Topografi mempekerjakan lebih dari 500 orang lohh untuk membuat peta topografi Indonesia. Sehingga, di tahun 1983 terbitlah  Atlas van Tropisch Nederland.


ABAD XVI-XVIII


Peta Indonesia mulai digunakan sejak bangsa Portugis datang pertama kali ke Indonesia. Penjelajah dari Venesia, Ludovic Varthena, menyebutkan bahwa seorang mualim pribumi telah berlayar dari Kalimantan menuju Jawa pada tahun 1505 dengan menggunakan peta sebagai petunjuk. Pada tahun 1511, sebuah ekspedisi Portugis pergi ke pulau Jawa dan Maluku; Francisco Rodrigues, seorang ahli kartografi menyertai ekspedisi membuat peta dari kepulauan dan perairan yang dikunjungi. 


Selama melakukan ekspedisi, ikut serta sejumlah mualim pribumi yang berpengalaman, sehingga akhirnya diperoleh salinan peta. Salah satu salinan atau kompilasi peta dikirim ke Portugis oleh Gubernur Alfonso d’Albuquerque.


               Peta sebastian Munster (1540)

Sebuah artikel C.J. Zandvliet pada
Holland Horizon) Volume 6 Number 1, mengataka



resmi dari kerajaan Kediri


Sekitar tahun 1540 Munster/Holbein mempublikasikan untuk pertama kalinya peta Sumatera (Taprobana) termasuk di dalamnya Java Minor sebagai Borneo yang terletak di sebelah utara Jawa (Java Mayor). 

Dalam peta yang dibuat oleh Sebastian Munster (1540), terjadi perubahan mendasar sebagai koreksi atas kesalahan dalam penyebutan P. Sumatra atau lengkapnya disebut Taprobana Sumatra. Ini berarti untuk pertama kali muncul P. Sumatra dalam peta. Yang unik, dengan perubahan nama Java Minor untuk menyebut P. Sumatra berubah menjadi Taprobana Sumatra, sebutan Java Minor bergeser untuk menyebut P. Borneo.



                      peta Gastaldi dan Rumusiap


Pada tahun 1548, Gastaldi dan Ramusio membuat peta ‘modern’ Borneo yang posisinya mendekati kebenaran jika dibandingkan dengan peta Java Minor yang dibuat oleh Munster pada tahun 1540; peta yang dibuat oleh Gastaldi dan Rumusio lebih detil termasuk di dalamnya Gunung Kinibalu.



Peta Bartolemeo de Lasso



 Selain itu, Belanda berusaha untuk mendapatkan satu set naskah peta yang dibuat oleh pembuat peta Spanyol, Bartolemeo de Lasso dan De Houtman bersaudara. Pada tahun 1595, orang Belanda berlayar ke Timur dan tiba di Banten tahun berikutnya. 


Batavia, sekarang Jakarta, menjadi pusat perdagangan, politik, dan navigasi Belanda. Sebuah kantor pemetaan ditempatkan di galangan kapal di Batavia, dan di kantor tersebut para pembuat peta bekerja hanya untuk kepentingan VOC.


Indiae Orientalis Insularumque Adiacentium Typus merupakan peta “tonggak sejarah” kartografi Asia Tenggara dan Kepulauan Indonesia. Menampilkan perpaduan terbaik ilmu kartografi dan informasi tentang wilayah Asia Tenggara dan Kepulauan Indonesia pada tujuh puluh tahun pertama abad ke-16.

Peta ini dimuat dalam sebuah atlas Geografi modern yang berjudul Theatrum Orbis Terrarum yang disusun oleh Abraham Ortelius (1527-1598). Dibuat dalam lembar-lembar terpisah yang memuat 35 lembar teks dan 53 buah peta cetakan lempeng tembaga. Deskripsi asli menggunakan tulisan latin, kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa. Sejak edisi tahun 1608, dipublikasikan dalam bahasa Belanda, Jerman, Perancis, Spanyol, Inggris dan Itali. 

Peta Indiae Orientalis Insularumque Adiacentium Typus merupakan peta yang menggambarkan kepulauan Indonesia yang terakhir dibuat sebelum kedatangan Belanda ke Nusantara. Penggambarannya sangat luas, dari wilayah bagian barat India yang dikuasai Portugis, menyambung ke Cina, Jepang, Asia Tenggara dan Kepulauan Indonesia termasuk Papua, sampai pantai barat laut Amerika. Sumatera dan Jawa terlihat dalam bentuk yang menyimpang. Bentuk Kalimantan dan Philipina sangat jelas sebaik susunan Kepulauan Indonesia pada umumnya. 

Jawa kelihatan sebagai sebuah pulau. Kalimantan dipetakan sebagai tempat yang dikarang dengan sebutan Jawa Minor. Di sisi lain tampak pulau-pulau penghasil cengkeh seperti Ternate, Tidore dan sekitarnya di bagian selatan, Machian dan Bacan dengan letak yang tepat sampai sebelah barat Pulau Halmahera (Gigolo). 


Digambarkan juga Pulau Buru, Pulau Ambon yang sekarang disebut Seram, dan “Kepala Burung” bagian dari Irian Jaya digambarkan dalam tiga pulau. Pulau Gebe, dimana Perancis pertama kali mendapatkan cengkeh dan pala pada abad ke-18 terlihat tepat di garis ekuator diantara Pulau Halmahera dan Papua. 

Pengikatan sistematis peta perairan Indonesia tercermin dalam peta cetakan dan peta biasa abad ke XVII. Pada tahun 1685 dibuatlah peta Danckerts, yang sebagian berdasarkan karya para pembuat peta VOC di Batavia. Jika peta tersebut dibandingkan dengan peta Jawa, Java Insula tahun 1561, jelas terlihat bahwa peta Danckerts lebih tepat dan rinci dalam menyajikan kepulauan Indonesia. 


Pada pertengahan abad ke XVII, peta perairan Indonesia buatan Belanda menjadi  standar, baik untuk orang Belanda sendiri, maupun untuk rival mereka. Tidak hanya pembuat peta dari Inggris dan Perancis yang menggunakan dan menyalin peta buatan Belanda tersebut, para navigator Bugis yang berpengalamanpun menggunakan peta tersebut.







                 Peta batavia 1629 & 1667



Pada abad ke XVIII, peranan militer bertambah penting dalam pembuatan peta Indonesia; mereka mulai membuat peta topografi daerah sekitar Batavia, Semarang dan tempat lain. Francois Valentijn (1666-1727) seorang anggota misionari, dalam menjalankan tugasnya memperoleh peta topografi dari beberapa kota di Jawa antara lain, Tanjung Bantam (Banten), Batavia (Jakarta), Cirebon, Mataram (Yogyakarta), Ponorogo, Surabaya, Pasuruan, dan Balambouang. 

F de Haan pada tahun 1780 melalui buku dengan judul “Platen Album Oud Batavia” mengkisahkan sejarah kota Batavia; buku tersebut dilengkapi dengan peta kota Batavia tahun 1629, tahun 1740, dan tahun 1780 yang disajikan dalam bentuk peta hitam putih.


Pada tahun 1782, di Semarang dibuka sekolah untuk mendidik tenaga teknik. VOC sangat memerlukan perwira angkatan laut yang bermutu, serta surveyor (orang yang bergerak di bidang survey pemetaan) yang terampil dan sarjana teknik militer. Pembuatan peta topografi untuk keperluan sipil dan militer dianggap sebagai salah satu jalan untuk mempertahankan dan memperluas pengawasan di seluruh daerah kekuasaan. 

Para pengajar dan siswa Sekolah Teknik di Semarang mulai dengan pemetaan topografi daerah pantai Timur Laut Jawa. Pemerintah Belanda menyadari bahwa memproduksi peta kepulauan Indonesia yang rinci adalah suatu tugas dan pekerjaan yang rumit, hal itu berarti bahwa produksi setiap peta yang dihasilkan tergantung pada informasi yang diberikan oleh pemandu Indonesia atau pembuat peta; keadaan ini berlangsung dari awal abad ke XVII sampai dengan abad ke XIX. 

Pada tahun 1794 dibuat chart dari pantai Utara Jawa mulai Banten ke Batavia oleh Laurie & Whittle yang diturunkan dari peta manuskrip VOC. Empat tahun setelah pembuatan chart dari pantai Utara Jawa, pada tahun 1798, tepatnya pada tanggal 12 Oktober, dipublikasikan chart dari pulau-pulau Indonesia Timur hasil perbaikan sedikit demi sedikit hasil observasi yang telah dilakukan oleh Captain Robert Williams pada tahun 1797, dan juga rekaman dari perjalanan James Cook dan William Dampier. Detil yang disajikan pada chart pulau-pulau Indonesia Timur antara lain Timor, pulau tetangga kecil disekitarnya seperti Pulau Semau, dan pulau Roti. Informasi yang disajikan adalah data pemeruman dan data lainnya, pringatan tanda bahaya untuk navigasi laut, dan petunjuk lain untuk kapal yang berlayar sepanjang pantai Timor.  

 


Abad XIX - XX 


Pada pertengahan abad ke XIX, orang Indonesia mulai memainkan peran yang penting dalam pembuatan peta. Peran sebagai pemberi informasi berubah menjadi sebuah peran yang lebih aktif dalam survey dan pembuatan peta. Pada tahun 1850-an, pemuda Jawa dari keluarga bangsawan mulai bekerja pada Dinas Topografi, dan mulai tahun 1899 lebih banyak lagi orang Indonesia yang dididik sebagai ahli topografi.



Peta Jawa oleh FW. Junghuhn tahun 1860


Tahun 1950-1990

Periode 1950-1970 adalah periode Direktorat Jawatan Topografi Angkatan Darat. Anggaran yang tidak cukup tersedia pada Direktorat Jawatan Topografi AD menyebabkan tidak banyak tercatat kemajuan selama periode 1950-1970; sejak tahun 1950 praktis tidak ada pemetaan baru. Pekerjaan dengan anggaran yang sangat terbatas hanya meliputi revisi peta-peta lama serta kompilasi peta-peta skala kecil 1:250.000 dan 1:1.000.000. 

Pada tahun pertama Pelita 1 (1969/1970) dimulai pemetaan baru daerah Kalimantan Barat dengan bantuan teknis Australia dalam rangka Defence Cooperation. Anggaran counterpart disediakan
oleh Departemen Pertahanan dan Keamanan, sedangkan pelaksana dipihak Indonesia adalah Jawatan Topografi AD (Gambar 1.7), dan dipihak Australia adalah Royal Australian Survey Corps dari Department of Defence.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

dampak positif dan dampak negatif dari pemakaian AI

sejarah komputer